Rabu, 20 April 2011

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MARKAS BESAR



PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PENGGUNAAN KEKUATAN
DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : a. Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan
alat Negara yang berperan dalam memeliahara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindunfan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri;
b. bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas di lapangan sering dihadapkan pada
situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga
perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian;
c. bahwa pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak
bertentangan denga aturan hokum, selaras dengan
kewajiban hokum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi
hak asasi manusia;
d. bahwa untuk dijadikan pedoman bagi anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas di
lapangan tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan

Polda Sumsel 2009 Page 1


kepolisian, perlu ditentukan standard an cara-cara yang
dapat dipertanggungjawabkan;

e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara republic Indonesia Nomor 4168);

2.
Keputusan Presiden Nomor 70 tahun 2002 tentang
Organisasi dan tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM
TINDAKAN KEPOLISIAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri
adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hokum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.
Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/ atau tindakan lain yang
dilakukan secara bertanggug jawab menurut hokum yang berlaku untuk
mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang
mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau
kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hokum serta
terbinanya ketentraman masyarakat.
Polda Sumsel 2009
Page 2


3.
penggunaan kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi
atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan
kepolisian.
4.
Mempertahankan diri dan / atau masyarakat adalah tindakan yang diambil
oleh anggota Polri untuk melindungi diri sendiri arau masyarakat, atau harta
benda atau kehormatan kesusilaan dari bahaya yang mengancam secara
langsung.
5.
Tindakan pasif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang yang tidak
mencoba menyerang, tetapi tindakan mereka mengganggu atau dapat
mengganggu ketertiban masyarakat atau keselamatan masyarakat, dan tidak
mengindahkan perintah anggota Polri untuk menghentikan perilaku tersebut.
6.
Tindakan aktif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang untuk
melepaskan diri atau melarikan diri dari anggota Polri tanpa menunjukkan
upaya menyerang anggota Polri.
7.
Tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang untuk
menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau kehormatan
kesusilaan.
Pasal 2

(1)
Tujuan Peraturan ini adalah untuk memberi pedoman bagi anggota Polri
dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan
kekuatan, sehingga terhindar dari penggunaan kekuatan yang berlebihan
atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah :
a.
mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku
kejahatan atau tersangka yang sedang berupaya atau sedang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan hokum;
b.
mencegah pelaku kejahatan atau tersangka melarikan diri atau
melakukan tindakan yang membahayakan anggota Polri atau
masyarakat;
c.
melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atau
perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan
luka parah atau mematikan; atau
d.
melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau
masyarakat dari serangan yang melawan hak dan . atau mengancam
jiwa manusia.
Polda Sumsel 2009
Page 3


Pasal 3

Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi :

a.
legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan
hokum yang berlaku;
b.
nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila
memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang
dihadapi;
c.
proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus
dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat
kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan
kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan;
d.
kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk
bertindak atai tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga,
memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;
e.
preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan
pencegahan;
f.
masuk akal ( reasonable ), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil
dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman
atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahanya terhadap
masyarakat.
Pasal 4

Ruang lingkup peraturan ini meliputi :

a.
penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukan oleh
anggota Polri sebagai individu atai individu dalam ikatan kelompok;
b.
Tahapan dan pelatihan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian;
c.
Perlindungan dan bantuan hokum serta pertanggungjawaban berkaitan
dengan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian;
d.
Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian;
e.
Tembakan peringatan.
Polda Sumsel 2009
Page 4


BAB II
PENGGUNAAN KEKUATAN


Bagian Kesatu
Tahapan


Pasal 5


(1)
Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari :
a.
tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak ctete/ren^encegahan;
b.
tahap 2 : perintah lisan;
c.
tahap 3 : kendali tangan kosong lunak;
d.
tahap 4 : kendali tangan kosong keras;
e.
tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air
mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri;
f.
tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang
menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka
yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau
anggota masyarakat.
(2)
Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku
kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Bagian Kedua
Pelaksanaan


Pasal 6


Tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan kehadiran anggota Polri yang dapat
diketahui dari :

a.
seragam atau rompi atau jaket yang bertuliskan POLISI yang dikenakan oleh
anggota Polri;
Polda Sumsel 2009
Page 5


b. kendaraan dengan tanda Polri;
c. lencana kewenangan Polisi; atau
d. pemberitahuan lisan dengan meneriakkan kata “ POLISI “
Pasal 7
(1) Pada setiap tahapan penggunaan kekuatan yang dilakukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diikuti dengan komunikasi
lisan/ucapan dengan cara membujuk, memperingatkan dan memerintahkan
untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
(2) Setiap ingakatan bahaya ancaman terhadap anggota Polri atau masyarakat
dihadapi dengan tahapan penggunaan kekuatan sebagai berikut :
a. tindakan pasif dihadapi dengan kendali tangan
sebagimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c;
kosong lunak
b. tindakan aktif dihadapi dengan kendali tangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) hurf d;
kosong keras
c. tindakan agresuf dihadapi dengan kendali senjata tumpul, senjata
kimia antara lain gas air mata atau semprotan cabe, atau alat lain
sesuai standar Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf e;
d. tindakan agresif yang bersifat segera yang dilakukan oleh pelaku
kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau
kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri
atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan
umum, seperti: membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu
listrik, meledakkan gudang senjata/amunisi, atau menghancurkan
objek vital, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f.
Pasal 8
(1) Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika :
lain
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera
menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau
masyarakat;

Polda Sumsel 2009 Page 6


b.
anggota Polri tidak memiliki alternative lain yang beralasan dan masuk
akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau
tersangka tersebut;
c.
anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau
tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota
Polri atau masyarakat.
(2)
Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan
tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
(3)
Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang
merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali
senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.
Pasal 9

Penggunaan senjata api dari dank e arah kendaraan yang bergerak atau kendaraan
yang merikan diri diperbolehkan, dengan kehati-hatian yang tinggi dan tidak
menimbulkan resiko baik terhadap diri anggota Polri itu sendiri maupun masyarakat.

Pasal 10

Dalam hal penggunaan senjata api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf d, Pasal 8 dan pasal 9, anggota Polri harus memiliki kualifikasi sesuai
ketentuan yang berlaku.

BAB III
PELATIHAN


Pasal 11


(1)
Anggota Polri sebagaimana sebelum melaksanakan tindakan kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus mendapatkan pelatihan
dari kesatuan pusat atau wilayah.
(2)
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didukung sarana dan
prasarana yang dirancang sesuai dengan standar pelatihan Polri.
Polda Sumsel 2009
Page 7


BAB IV


PERLINDUNGAN DAN BANTUAN HUKUM
SERTA PERTANGGUNGJAWABAN


Pasal 12


(1)
Anggota Polri yang menggunakan kekuatan dalam pelaksanaan tindakan
kepolisian sesuai dengan prosedur yang berlaku berhak mendapatkan
perlindungan dan bantuan hokum oleh Polri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Hak anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh
institusi Polri.
Pasal 13

(1)
Setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab pelaksanaan
penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.
(2)
Dalam hal pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian
yang didasarkan pada perintah atasan/pimpinan, anggota Polri yang
menerima perintah tersebut dibenarkan untuk tidak melaksanakan perintah,
bila perintah atasan/pimpinan bertentangan dengan peraturan perundangundangan.
(3)
Penolakan pelaksanaan perintah atasan/pimpinan untuk menggunakan
kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
harus dapat dipertanggungjawabkan dengan alasan yang masuk akal.
(4)
Atasan/pimpinan yang memberi perintah kepada anggota Polri untuk
melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, harus turut
bertanggung jawab atas resiko/akibat yang terjadi sepanjang tindakan
anggota tersebut tidak menyimpang dari perintah atau arahan yang diberikan.
(5)
Pertanggungjawaban atas resiko yang terjadi akibat keputusan yang diambil
oleh anggota Polri ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan/penyidikan
terhadap peristiwa yang terjadi oleh Tim Investigasi.
(6)
Tim Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibentuk sesuai
ketentuan yang berlaku.
Polda Sumsel 2009
Page 8


BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 14


(1)
Setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan
menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan
kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan.
(2)
Setiap anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib
memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian.
(3)
Setiap pelaksanaan tindakan kepolisian yang menggunakan kekuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, huruf e, dan/atau
huruf f, anggota Polri yang melaksanakan penggunaan kekuatan kekuatan
wajib secara segera melaporkan pelaksanaannya kepada atasan langsung
secara tertulis dalam bentuk formulir penggunaan kekuatan sebagaimana
contoh yang tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan
peraturan ini.
(4)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat antara lain :
a.
tanggal dan tempat kejadian;
b.
uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,
sehingga memerlukan tindakan kepolisian;
c.
alasan/pertimbangan penggunaan kakuatan;
d.
evaluasi hasil penggunaan kekuatan;
e.
akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan
tersebut.
(5)
Informasi yang dimuat dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
digunakan untuk :
a.
bahan laporan penggunaan kekuatan tahap 4 sampai dengan tahap 6
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d,e dan hurf f;
b.
mengetahui tahapan penggunaan kekuatan yang telah digunakan;
c.
mengetahui hal-hal yang terkait dengan keselamatan anggota Polri
dan/atau masyarakat;
Polda Sumsel 2009
Page 9


d.
bahan analisa dan evaluasi dalam rangka pengembangan dan
peningkatan kemampuan professional anggota Polri secara
berkesinambungan;
e.
bahan pertanggungjawaban hokum penerapan penggunaan kekuatan;
f.
bahan pembelaan hokum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata
terkait penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang
bersangkutan.
BAB VI

TEMBAKAN PERINGATAN

Pasal 15

(1)
Dalam hal tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat menimbulkan
bahaya ancaman luka parah atau kematian terhadap anggota Polri atau
masyarakat atau dapat membahayakan keselamatan umum dan tidak bersifat
segera, dapat dilakukan tembakan peringatan.
(2)
Tembakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan pertimbangan yang aman, beralasan dan masuk akal untuk
menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, serta tidak
menimbulkan ancaman atau bahaya bagi orang-orang di sekitarnya.
(3)
Tembakan peringatan hanya dilepaskan ke udara atau ke tanah dengan
kehati-hatian yang tinggi apabila alternative lain sudah dilakukan tidak
berhasil dengan tujuan sebagai berikut :
a.
untuk menurunkan moril pelaku kejahatan atau tersangka yang akan
menyerang anggota Polri atau masyarakt ;
b.
untuk memberikan peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada
pelaku kejahatan atau tersangka.
(4)
Tembakan peringatan tidak diperlukan ketika menangani bahaya ancaman
yang dapat menimbulkan luka parah atau kematian bersifat segera, sehingga
tidak memungkinkan untuk dilakukan tembakan peringatan.
Polda Sumsel 2009
Page 10


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16


Pada saat peraturan ini mulai berlaku, maka Peraturan Kapolri No. Pol. : 6 tahun
2005 tentang Pedoman Tindakan bagi Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia Dalam Penggunaan Kekuatan, dicabut dan dinytakan tidak berlaku.

Pasal 17

Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Januari 2009

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLK INDONESIA,


Drs. BAMBANG HENDARSO DANURI, MM
JENDERAL POLISI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Januari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 6


Polda Sumsel 2009 Page 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar